Minggu, 02 Juni 2013

Membangun Kecerdasan Anak Sejak Usia Dini



16062009
Kapasitas kecerdasan anak dimulai sejak usia dini. Jauh di bawah usia sekolah. Hasil penelitian Depdiknas menyebutkan pada usia 4 tahun, kecerdasan anak mencapai 50 persen. Sedangkan pada usia 8 tahun kapasitas kecerdasan anak yang sudah terbangun mencapai 80 persen.
KECERDASAN baru mencapai 100 persen setelah anak berusia 18. Karena itu, pendidikan pada usia dini (PADU) sangat penting untuk membantu anak mengembangkan kecerdasannya.
Sayangnya, pendidikan usia dini justru belum banyak mendapat perhatian banyak pihak. Hasil pendataan Depdiknas tahun 2004, baru 31,4 persen dari 11,5 juta anak usia 0–6 tahun yang mendapat pendidikan. Padahal, pendidikan anak dini usia merupakan investasi untuk menyiapkan generasi penerus yang sehat, cerdas, dan ceria.
Ada persamaan persepsi di kalangan ahli pendidikan di seluruh dunia tentang kesiapan anak untuk belajar saat memasuki jenjang pendidikan dini. Mereka menekankan betapa pentingya pendidikan prasekolah. Perluasan pendidikan yang mulai digalakkan untuk pendidikan prasekolah sudah saatnya menjadi salah satu program pembangunan pendidikan.
Berbagai penelitian juga menyimpulkan, perkembangan yang diperoleh pada masa usia dini sangat memengaruhi perkembangan anak pada tahap berikutnya dan meningkatkan produktivitas kerja di masa dewasanya. Pendidikan dini bukan hanya memiliki fungsi strategis, tetapi juga mendasar dan memiliki andil memberi dasar kepribadian anak dalam sikap, perilaku, daya cipta dan kreativitas, serta kecerdasan kepada calon-calon SDM masa depan. Para ahli teori perkembangan menyebut usia dini sebagai the golden age (masa emas).
Sejak lahir anak memiliki lebih kurang 100 miliar sel otak, sel-sel saraf ini harus rutin distimulasi dan didayagunakan agar terus berkembang jumlahnya. Pertumbuhan otak anak ditentukan bagaimana cara orangtua mengasuh dan memberikan makan serta memberikan stimulasi pendidikan.
Dari aspek pendidikan, stimulan dini sangat diperlukan guna memberikan rangsangan terhadap seluruh aspek perkembangan anak yang mencakup penanaman nilai-nilai dasar (budi pekerti dan agama), pembentukan sikap (disiplin dan kemandirian), dan pengembangan kemampuan dasar (berbahasa, motorik, kognitif, dan sosial).
Harus Seimbang
Ketika anak memasuki fase keemasan (0–5 tahun), ia membutuhkan proses pendidikan yang mengarah pada perkembangan intelectuall quotient (IQ), emotional quotient (EQ), dan spiritual quotient (SQ) secara seimbang dengan berbagai metode.
Para pakar ilmu sosial sebenarnya masih beragumentasi mengenai apa sesungguhnya yang membentuk IQ seseorang. Tapi kebanyakan profesional setuju IQ dapat diukur dengan suatu alat tes intelegensia standar yang mencakup kemampuan verbal dan noverbal, termasuk daya ingat, bahasa, pemecahan masalah, konsepsi, persepsi, pengolahan infomasi, dan kemampuan abstraksi. Namun, semua hasil tes ini bersifat temporer. Hasil tes IQ yang baik juga bergantung beberapa hal, misalnya latihan stimulasi dan kondisi fisik yang dialami anak. Di sisi lain, perilaku, kesehatan mental, pendidikan dan nilai yang dianut ibu, faktor keluarga, dan perkembangan usia juga memungkikan perolehan hasil yang baik.
Pada perkembangannya, IQ tinggi bukan menjadi jaminan keberhasilan seorang anak kelak. Karena tes IQ yang merupakan cikal-bakal pengukur kecerdasan itu hanya mengukur kapasitas logika dan bahasa atau verbal anak. Bahkan, para ahli memperkirakan IQ hanya menyumbang 20 persen dari keberhasilan seseorang menjalani profesinya setelah lulus sekolah. Apalagi setelah lahir teori multiple intellignece atau kecerdasan ganda yang dikemukakan Howard Gardner.
Teori yang didasarkan atas berbagai penelitian ilmiah dari berbagai ilmu pengetahuan, dari psikologi sampai antropolodi dan biologi ini memformulasikan tujuh jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan linguistik, logika-matematika, kinestetik, spasial, bermusik, interpersonal dan intrapersonal.
Melalui penemuannya ini Gardner menyatakan semua manusia memiliki seluruh kecerdasan ini, tapi tidak ada dua orang yang sama, walau kembar sekalipun, dan ini terjadi berkat pengaruh genetik dan lingkungan yang berbeda pada setiap orang.
Walaupun begitu, anak yang cerdas tak melulu cerdas kognitif (IQ). Tanpa kecerdasan emosional (EQ), anak sulit mengembangkan kepribadiannya.
Berbagai penelitian dalam bidang psikologi anak membuktikan anak-anak dengan kecerdsaan emosional yang tinggi adalah anak-anak yang bahagia, percaya diri, populer, dan lebih sukses. Mereka lebih mampu menguasai gejolak emosinya, menjalin hubungan yang manis dengan orang lain, bisa mengatasi stres, dan memiliki kesehatan mental yang baik.
Dengan demikian, terbukti kecerdasan emosional diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah dalam hidup ini dan menjadi dasar menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab, penuh perhatian, dan cinta kasih serta produktif.
Terakhir, cerdas spiritual, yaitu landasan dari seluruh kecerdasan. Karena anak yang saleh (cerdas spiritual), dia pasti cerdas. Sementara anak yang cerdas belum tentu saleh. Dalam hal kesalehan ini yang perlu dilakukan orangtua adalah bagaimana agar anak memiliki akhlakul karimah seperti Rasulullah saw., yang memiliki sifat sidik, amanah, dan fatonah.
Orangtua Paling Berperan
Untuk mendorong perkembangan kecerdasan anak secara optimal, orangtua berperan penting dalam memberikan stimulasi. Karena di usia balita anak banyak menghabiskan waktu di lingkungan rumahnya, orangtua harus lebih kreatif memanfaatkan kondisi keseharian sebagai media belajar anak.
Apa yang dapat dilakukan orangtua untuk membantu pembentukan IQ si kecil? Idealnya memang, sejak kehamilan ibu sudah memperhatikan asupan nutrisi dan stimuli-stimuli dari luar yang dapat berpengaruh pada perkembangan otak si kecil.
Perlu diketahui, perkembangan sel otak terpesat pada anak terjadi pada masa balita, sehingga pada masa ini sering disebut masa keemasan anak. Untuk itu, selain pengalaman indra yang merangsang aktivitas dan mematangkan kerja otak, anak juga memerlukan nutrisi yang tepat untuk tumbuh kembang otaknya.
Alternatif lain yang disarankan ahli adalah memperdengarkan musik klasik sejak bayi dalam kandungan hingga usia balita. Penelitian menunjukkan mendengarkan atau belajar musik, terutama musik klasik bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan berbicara, pendengaran, rasa percaya diri, kemampuan koordinasi, bahkan mengoptimalkan kecerdasan anak.
Sementara itu, stimulasi dalam pengembangan kecerdasan mental dan emosional bisa dilakukan orangtua dalam setiap aspek kehidupan anak.
Apa yang alami dalam kehidupan sehari-hari akan menentukan bagaimana anak bersikap, bertingkah laku, termasuk pola tanggap emosi. Semua pengalaman emosi di masa kanak-kanak dan remaja akan membentuk sirkuit penentu kecerdasannya. Tanggapan, belaian, maupun bentakan yang menyakitkan dan sebagainya akan masuk ke gudang emosi yang berpusat di otak.
Dalam membantu perkembangan kecerdasan emosional anak, orangtua setahap demi setahap dapat merekayasa pengalaman-pengalaman yang dapat membesarkan hati anak dan memungkinkan koreksi atas temperamen anak. Agar anak mampu mengontrol emosinya dan menjaga agar tindakannya tidak dikendalikan emosi semata, anak harus diajarkan memahami apa yang yang diharapkan dari dirinya. Si kecil juga harus mengerti tiap tindakan membawa konsekuensi baik pada dirinya maupun orang lain. Makin sering anak berlatih mengelola emosi, seperti meredakan marah atau kecewa, makin inggi kemampuannya mengelola emosi.
Selain itu, orangtua juga perlu berhati-hati karena seperti juga kecerdasan kognitif, kecerdasan emosi merupakan kondisi yang netral secara normal. Jadi, hendaknya orangtua selalu menggunakan “kompas moral” dalam membimbing si kecil.

1 comment

28 Mei 2014 pukul 20.47

(Srimuliani Handoyokusumo; Lolos PNS Guru di lingkungan Kemenag Berau)

Berawal dari keinginan kuat untuk mengikuti test tertulis CPNS yang dilaksanakan oleh PEMDA Berau dimana saya tinggal, saya pun ikut berpartisipasi mengkutinya. Namun sebenarnya bukan sekedar hanya berpartisipasi tapi terlebih saya memang berkeinginan untuk menjadi seorang PNS. Waktu pun terus berjalan, karena tertanggal 5 Desember 2013 yang lalu saya pun mengikuti Test CPNS yang diselenggarakan oleh PEMDA Berau dengan harapan yang maksimal yaitu menjadi seorang PNS. Kini tanggal 18 Desember 2013, pengumuman test kelulusan tertulis itu diumumkan. Dengan sedikit rasa was-was dan bercampur tidak karuan menyelimuti pikiranku. Rasa pesimisku memang timbul, karena pengumuman yang di informasikan adalah tertanggal 11 Desember 2013 namun di undur tanggal 18 Desember 2013. Dengan mengucapkan BISMILLAH, aku pun masuk ke halaman kantor BKD untuk melihat hasil pengumuman test tertulis CPNS. Dan Syukur Alhamdulillah saya pun LULUS diurutan ke 3 dari 1 formasi yang aku ikuti di Kabupaten Berau Kalimantan Timur. Dan berikut peringkat screen shoot yang saya jepret menggunakan Ponsel kesayangku.

Puji Syukur tak henti-hentinya aku panjatkan ke Hadirat Allah SWT, atas rezeki yang diberikan kepadaku. Semua hasil ini saya ucapkan terimakasih kepada :

1. ALLAH SWT; karena KepadaNya kita mengemis dan memohon.

2. Suami dan Anak [DikMa]; Dukungan Do’anya sangat berharga dalam pencapaian saat ini.

3. Orang Tua, Saudara-saudaraku; Tetap mensupport aku selama 3 bulan terakhir ini, terimakasih Mama, terima kasih Kakak Perempuan ku, terima kasih Kakak Laki-laki ku tak terlepas juga buat teman-temanku terimakasih semuanya.

4. Terimakasih untuk khususnya Bpk.IR.AGUS SUTIADI M.SI beliau selaku petinggi BKN PUSAT,dan dialah membantu kelulusan saya selama ini,alhamdulillah SK saya tahun ini bisa keluar.anda ingin LULUS seperti saya silahkan anda hubungi nomor bpk IR.AGUS SUTIADI M.SI,0852-3687-2555.

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More